nama gue Nino cowo kutu buku yang sering terkena bully disekolah, gue termasuk anak yang rajin dan berprestasi. Gue cowo yang susah sekali bergaul karena sepulang sekolah gue harus berkerja untuk membantu kedua orang tua. Gue sayang dengan seorang wanita yang bekerja di tempat yang sama di restoran Cinta Kasih. gue bersekolah di Permata Hati
"woy kutu ngapain lo ngikutin kita" Rino cowo populer satu sekolah memakiku ketika sedang berjalan
"ga ko, aku cuma mau ngomong sama Rino masalah keluarga" aku ketakutan seraya memegang buku ku
"emang lo siapanya Rino sampai bilang keluarga" Tino dengan sombongnya mendorongku sampai terjatuh dan tertawa
aku sangat ketakutan melihat ulah mereka seperti itu, seketika ada segerombolan ms kece yang mendatangi mereka
"udah dong lo Rin, jangan kaya gitu sama Nino" Meila mendorong Rino dengan kesalnya
setelah itu Meila pergi meninggalkan kita semua dan aku dimaki - maki oleh Rino and the genk
"hey, kenapa sih Mei belain elo?" Rino memakiku sambil mendorongku ke arah selokan
"tau nih, elo itu gak pantes buat dibela sama dia, ngerti?" Tino menonjokku dengan sekeras mungkin dan kedua tanganku dipegang Momon dan Mimon
aku hanya dapat merinigis kesakitan dan tak ada seorangpun yang membantuku, aku menahan tangisku sebisa mungkin, datanglah sahabatku yang paling baik yang berasal dari negara Malaysia. Dia paling jago kalo sudah pelajaran sejarah. Dengan tampilan modis dan lebih kece apabila dibandingkan denganku bernama Mumun
"sudahlah kalian ni jangan kalian mengganggu Nino terus kasianla" Mumun menarik tanganku dari Momon dan Mimon
"ngapain sih lo belain si culun ini mun, lo itu cantik dan banyak cowo yang tergila - gila sama lo termasuk gue" Tino menggoda Mumun sambil memegang tangannya
"apa sih lo Tin, ngapain lo megang gue" Mumun langsung menampar Tino di koridor kelas
Mumu langsung mengajakku untuk pergi dari mereka dan mengajakku ke perpustakaan untuk membaca biografi terbaru.
"lo ngapain si takut sama adek lo, lawan aja No. Lo ganteng tau sebenernya" Mumun tersenyum malu dengan muka yang seperti tomat seraya memegang tanganku
"ah, kamu ini Mun bisa aja, jangan memujiku terlalu tinggi" aku tersenyum sambil berjalan ke arah perpustakaan dengan tangan menggandeng Mumun
sesampainya diperpustkaan aku melihat biografi seorang fisikawan Einstein yang menemukan rumus E = MC2 dan Luca Pacioli seorang bapak akuntansi yang hidupnya berdagang sampai menemukan double entry. Di perpustakaan aku membaca biografi tersebut, sampai aku mengeluarkan air mata membayangkan hidupku yang seperti ini
Sampai akhirnya aku membayangkan diriku yang sering dimaki - maki dan dibully untuk merubah penampilanku menjadi lebih baik. Keesokan harinya dengan berbekal uang hasil kerja kerasku yang aku kumpulkan untuk membeli sebuah topi dan baju yang kuinginkan.
"Mun temenin gue yok, ntar ke Tanah abang ya. Gue mau beli baju sama topi nih" ucapku dengan santai sambil duduk disampingnya
"yahilah anak kampung biasa belinya ya di Tanah Abang" Rino menghinaku dengan sadisnya
"eh Rino kalo gak ada Nino lo ga bakal bisa hidup, lo itu makan biaya dari siapa?Nino kan?lo tuh adeknya Nino. Hormatin dikit kek abang lo" Mumun penuh emosi seraya meledak - ledak
"udahlah Mun biarkan saja dia, tampilan dia paling kece gak apa - apalah yang penting adekku ini bisa bahagia dan melewati masa sulit" aku tersenyum sambil berjalan ke arah luar kelasku XI IPA 2
Aku melihat Tino hanya dapat terbengong - bengong melihat kenyataan tersebut seakan tidak mempercayai apa yang telah dia dengarkan
"sumpah lo gila No, abang sendiri lo katain kampungan" Tino hanya menggeleng - gelengkan kepalanya
"gue malu Tin, punya abang kaya dia noh. Udah culun, kampungan, ga banget pokonya" Rino menjawab dengan santai sambil pergi meninggalkan kelas
"woy, gue biarpun suka ngebully bareng lo tapi gue gak akan tega membully sodara gue atau keluarga gue, inget No. Apalagi dia tulang punggung" Tino memarahi Rino dengan kesalnya sambil menggeleng - gelengkan kepala seraya mengejar Rino
"iyalah malu kali gue" Rino tertawa dengan kerasnya
"by the way, gue ga yakin abang lo Nino secara kan lo belanja di mall. ye ga?" Tino penasaran dengan semua ini
"ya bukanlah Tin, ye kali gue mau jadi adeknya dia" Rino tersenyum bangga dengan kebohongannya pada Tino
"iya deh gue percaya sama lo Rin" Tino tersenyum dengan sinis
Saat di Brother Lane atau Tanah Abang aku melihat Tino sedang berbelanja sepatu dan baju yang super kece
"eh Nin, liat deh itu kaya Tino deh" Meila menunjuk kearah pria diujung jalan
"Tinooo, Nooo" aku memanggilnya sambil berteriak
"eh kalian, ngapain disini?" Tino tersenyum malu
"gue mau beli baju, sepatu sama topi buat besok ada acara" aku tersenyum manis
"oalah itu distro gue aja gimana?" Tino menyarankan untuk pergi boutiquenya
"boleh boleh Tin, yuk cus kesana" aku mengikuti Tino sampai ke tokonya
ketika aku sedang berjalan ke arah Toko Tino, Meila memegang tanganku terus meneru. Sampai aku risih dibuatnya
"Mei, kenapa sih kok tanganku kamu pegang terus?" aku berjalan dengan pergelangan tangan dipegang Meila
"eh gak apa - apa kok Nin, biasa efek gak pernah ke pasar" Meila melepaskan tangannya sambil tertawa kecil melihatku
"eh iya Nin, Rino adek lo ya?kalo bener ya gue sih biasa aja, kehidupan gue juga sama kok kaya lo" Tino tersenyum dengan malu - malu
"iya Tin, jadi mereka ini adek sama abang. kalau gue kerumahnya Nino biasanya Rino selalu saja main basket di depan rumahnya, cuma Rino ga ngakauin karena malu gitu" Meila asal menyambung omonganku dan Tino sambil berjalan disampingku
"apaan deh Mei main nyambung aja sih" aku mengacak rambutnya sambil berjalan dengan tergesa - gesa
"sampe nih distro gue, sekarang bantuin pilihin buat lo" Tino tersenyum sambil mengambil beberapa pakaian yang cocok untukku
"No hati - hati siapa tau lo dikerjain dia" Meila berbisik kepadaku
"udah jangan suudzon jadi orang" aku tersenyum manis padanya
aku memilih beberapa pakaian yang cocok untukku dengan sepatu dan topi yang kudambakan sejak dahulu
"ah jelek itu No, ga banget ketinggalan jaman" Tino muncul dari balik pakaian gantung di toko tersebut
"eh lo coba ini deh No" Meila mengambil beberapa baju untukku pakai
aku langsung menuju pakaian ganti dengan penampilan baruku tersebut, setelah aku keluar Tino dan Meila menggelengkan kepala. aku mencoba beberapa pakaian lagi dan tak ada yang cocok untukku, sampai akhirnya Rino datang ke toko tersebut dengan sigap dia memilihkan bajuku untukku dan mereka semua langsung mengangguk
"tumben amat lo kesini Rin" Tino kaget melihat Rino yang datang tiba - tiba tersebut
"yahilah gue pengen main disini, ga boleh gitu Tin" Rino tersenyum manis sambil meledeknya
"boleh sih, cuma kan gue gak ada apa - apa disini. Lo liat aja Rin" Tino kebingungan sambil menunjuka ke segala arah
"tenang aja kali Tin, gue juga mau milihin baju abang gue tercinta ini buat ke ulang tahun sodara gue yang sweetseventeen nanti," ucap Rino sambil merangkulku dengan senangnya
"eh gue ikut ya" sambil mempersilahkan duduk
"weits, ikut?apa?ga salah?" Rino melemparkan beberapa baju ke arah Tino
"gue ikut yaaa Nin, pleaassee" Meila memohon padaku
"iya kamu pasti ku ajak ntar Mei" aku menganggukan kepala
"nah kan Meila diajak, gue ikut Rin biar bisa pedekate sama Meila" Tino mengedipkan matanya ke arah Meila
"iya iya gue ajak, besok ya jam 10 udah sampe di rumah gue" Rino mewanti - wanti agar Tino tidak terlambat
"siap bos Rino 86 laksanakan" Tino langsung tersenyum manis
"eh iya by the way gue sampe lupa kalo Nino dicariin tante Mulan dirumahnya" Rino tersenyum dengan malu - malu
"yaudah Tin, Mei balik duluan ya" aku dan Rino meninggalkan mereka berdua
keesokan paginya tepat jam 10 pagi Tino dan Meila menggedor pintu rumahku dengan mata yang terkantuk - kantuk aku membukakannya, aku melihat mereka bergandengan tangan dan mengucap kata sayang, bebeb, ayah dan bunda. Kita bertiga langsung menuju kamar Rino
"beb, minum ambilin" Meila bermanja pada Tino
"iya beb sayang bunda biar aku dan ayah ambilkan" Tino memanjakan Meila begitu mesranya
aku dan Rino hanya dapat berkata bersamaan
"JIJI BANGET SIH KALIAN SEPERTI ITU" sambil tertawa sekeras mungkin
akhirnya kita berangkat menuju party sodara gue dan disana sudah banyak tamu yang berdatangan, dengan mesranya Tino mencium tangan Meila dihadapan kita di sebuah mobil kijang, mobil ayahnya Tino. Kita berdua hanya dapat menahan tawa dan bermain lirikan mata
FINISH
No Comments
SAUDARAKU YANG MEMBULLYKU
undefined
undefined. undefined
undefined. undefined

